Senin, 06 Juni 2011

Awas: Kelebihan Vitamin juga Bahaya


Orang modern sekarang selain berisiko kekurangan gizi akibat menyantap makanan yang itu-itu saja, juga bisa kelebihan gizi, terutama dari suplementasi. Gizi yang beriebihan tentu saja sama tidak sehatnya dengan kurang gizi.
Sebuah studi terbaru yang disajikan dalam Journal of the American Dietetic Association, menegaskan bahwa kelebihan gizi akan berdampak buruk bagi kesehatan.
Studi dengan survei terhadap lebih dari 1.500 orang dewasa di Kanada itu berusaha mengamati konsumsi suplemen dan asupan makanan alami para peserta. Seberapa sering mereka mengasup suplemen, makanan sehari-hari apa saja yang sering dikonsumsi, dan merek serta dosis suplemen yang mereka asup.
Para pengguna suplemen tersebut mengasup zat besi dan asam folat yang tinggi daripada mereka yang tidak biasa mengonsumsi suplemen. Di sisi lain, lebih dari 47 persen dari mereka mengonsumsi, terutama niasin, vitamin A dan B6, dengan dosis jauh lebih tinggi dari yang direkomendasikan US Institute of Medicine. Meski belum pernah ada survei khusus, mungkin saja banyak dari kita yang mengalami kelebihan berbagai zat gizi tersebut, akibat mengonsumsi suplementasi tanpa pengawasan dokter.

Vitamin A
Vitamin A (retinol) penting bagi perubahan cahaya, menjaga kesehatan kulit, tulang, dan gigi, membantu memelihara membran mukosa pada sistem pernapasan dan organ pencernaan, dan menangkal serangan infeksi, sehingga kerap disebut vitamin antiinfeksi. Vitamin A juga bersifat antioksidan yang mampu menetralisasi radikal bebas, sehingga mencegah jaringan dan sel dari kerusakan.
Vitamin A banyak kita dapatkan dari makanan hewani, sedangkan dari produk nabati kita bisa memperoleh betakaroten yang nantinya akan diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh.
Kebutuhan akan vitamin A yang direkomendasikan ialah 800 mkg/hari untuk wanita dan 1.000 mkg/hari untuk pria. Kelebihan vitamin A dapat menyebabkan mual, pandangan kabur, kelainan pertumbuhan, rambut rontok, lever dan limfa bengkak, cacat bawaan pada bayi, dan rapuh tulang hingga mudah patah.

Vitamin B3

Niasin (vitamin B3) diperlukan untuk mengubah protesin, lemak dan karbohidrat menjadi energi, membantu fungsi sistem pencernaan, dan mendukung kesehatan kulit serta saraf. Dosis terbesar niasin, seringkali lebih dari 1.000 mg/hari, dapat menurunkan kolesterol jahat LDL dan trigliserida, sekaligus menaikkan kolesterol baik HDL. Namun, konsumsi niasin dosis tinggi sebaiknya dengan pengawasan dokter.
Perempuan normalnya mendapatkan 15 mg niasin per hari, dan pria 15-19 mg/hari.Triptofan adalah asam amino yang berperan seperti niasin, dan 60 mg triptofan setara dengan 1 mg niasin. Mengonsumsi kelebihan niasin dapat mengarah pada masalah jantung, timbul ruam, dan gatal-gatal, baal, kulit terasa panas tapi bukan demam, sakit perut, kerusakan hati, gangguan otot, kembung, kulit kering, sakit kepala, sesak napas, dan lain-lain.

Vitamin 86

Vitamin B6 (piridoksin) berguna untuk membantu fungsi otak, mengubah protein menjadi energi, sinergi antara vitamin B6, B12, dan asam folat dapat mengurangi kadar homosistein (asam amino) di dalam darah.Tingginya homosistein dapat meningkatkan risiko serangan jantung.
Kebutuhan vitamin B6 bagi perempuan sekitar 1,6 miligram/hari, sedangkan bagi pria 2 miligram/hari. Konsumsi vitamin B6 dosis tinggi, misalnya lebih dari 250 miligram/hari dapat menyebabkan kerusakan saraf seperti kaki mati rasa, sehingga sulit berjalan. Pada ibu hamil, kelebihan ini dapat mengganggu pertumbuhan janin.

Yang alami lebih aman


Selama masih bisa diperoleh dari sumber alami atau makanan sehari-hari, untuk apa mendapatkan vitamin atau gizi lain dari suplementasi. Mengonsumsi suplemen sebetulnya tidak boleh sembarangan, tetapi harus lebih dulu dikonsultasikan dengan dokter atau ahli gizi, karena jika berlebihan dapat mengganggu kesehatan.

Kelebihan vitamin A dari sumber hewani atau suplemen misalnya, dapat bersifat racun dan berbahaya terutama selama kehamilan. Kelebihan betakaroten (vitamin A) sebetulnya tidak akan meracuni, tetapi hanya membuat kulit misalnya berwarna kekuningan (jingga). Keadaan ini bisa segera diredakan dengan mengurangi konsumsi R betakaroten.
Makanan yang kaya vitamin A: hati, kuning telur, wortel, ubi jalar, mangga, melon, cabai, paprika, bayam, selada. Makanan yang mengandung niasin (vitamin B3): daging merah, ikan, hati, udang, susu clan produk olahannya, telur, bayam, brokoli, asparagus, seledri, jamur, wortel, ubi jalar, kacang merah, polong, kacang tanah, kedelai, dll.

Makanan yang mengandung vitamin B6 (piridoksin): daging ayam, sapi, ikan tuna, kakap, bayam, kentang beserta kulitnya, ubi jalar, bawang putih, buncis, brokoli, kembang kol, asparagus, kacang tanah, kacang mede, kedelai, kacang merah, pisang, alpukat, semangka, melon, nanas.

SUMBER :KOMPAS

SEJARAH JEAN LEVIS

sejarah jeans levis
Pada tahun 1850-an pemuda berumur 21 tahun bernama Levi Strauss tiba di San Francisco, Amerika, dari Bavaria, Eropa, untuk mencoba peruntungannya, ia tidak menyadari bahwa dia sedang mulai membuat sebuah sejarah yang menjadi sumbangan terbesar Amerika untuk dunia mode sampai sekarang.

Strauss mencoba menjual tenda-tenda kanvas kepada para penggali tambang emas. Masa itu, Amerika memang sedang terkena demam emas. Bukannya tertarik pada tawaran Strauss, para penambang itu malah minta dibawakan celana panjang. Nama Levi's pun lahir ketika para penambang yang ketagihan celana Levi, mencari "those pants of Levi's" (celana si Levi) yang terbuat dari denim. Di Amerika, kata Levi's bersinonim dengan denim jins.

Kata jeans yang kini lekat dengan denim berasal dari peng-amerika-an kata bahasa Perancis Genes yang berarti Genoa, yaitu kota yang memproduksi celana denim di Italia, yang sebetulnya berasal dari Nimes di Perancis. Sedangkan istilah blue jeans muncul ketika Levi mencelup denimnya dengan warna indigo.

Telah lebih seabad setelah Levi memopulerkan celana jins. Kini denim tetap digemari bahkan naik kelas karena menjadi produk perancang terkenal dunia. Bahkan denim menjadi produk para perancang yang bekerja di Paris, kota yang mengutamakan keanggunan. Tentu saja denim mengalami masa-masa jatuh-bangun sebelum dia mendapatkan posisinya seperti saat ini.

Ada masa dia identik sebagai pakaian untuk pekerja kasar yang bekerja di luar ruang, karena memang denim yang semula terbuat dari katun ini memiliki ketahanan luar biasa menghadapi lingkungan yang keras.

Secara generik, denim adalah tenunan benang katun. Semula warna benangnya hanyalah putih dan biru yang asal-usulnya berasal dari sebuah kota di Perancis: Nimes yang menjadi asal kata denim yaitu serge de Nimes.

Pada tahun 1940-an denim sebenarnya sudah diolah menjadi produk mode dalam bentuk gaun, rok, jaket, dan celana panjang. Denim kemudian mencapai puncak popularitasnya pada tahun 1970-an ketika jins diproduksi massal.

Pada era tahun 1970-an ketika Barat dilanda "endemi" hippie, jins menjadi salah satu atribut yang melekat pada mereka, menjadi simbol pemberontakan terhadap kemapanan. Tidak jarang "para pemberontak" itu sengaja mengoyak-ngoyak celana jins mereka untuk mempertegas penolakan mereka pada kemapanan.

Mereka yang menganggap diri pengikut mode, pernah tidak tertarik pada jins. Jins lalu berkembang lebih sebagai baju untuk para pekerja kerah biru di Amerika. Jins bahkan kemudian identik dengan pakaian kerja para koboi ketika menggembala sapi mereka dari atas kuda mereka.

Perputaran roda mode akhirnya sampai pada suatu masa di mana ide dipungut dari mana saja, dari waktu kapan saja, lalu dirakit menjadi sebuah bentuk baru untuk orang masa kini. Percampuran atau eklektisisme ini mewarnai kehidupan masyarakat pascatahun 1970-an, tetapi sangat terasa pada dunia mode era 1990-an dan terus terjadi sampai kini.

Sebelum perancang memungut denim dari lemari pakaian kelas pekerja dan menjadikannya gemerlap sebagai produk perancang, para perancang telah lebih dulu mengambil gaya berbusana kelompok-kelompok tertentu seperti komunitas punk, komunitas peselancar, komunitas pejuga gaya gotik, dan sebagainya.

Kebangkitan denim sebagai produk perancang paling mencolok terjadi ketika pada tahun 1990-an Tom Ford dari rumah mode Gucci mengangkat jins sebagai fashion statement-nya.

Ford yang ketika itu menjadi perancang yang dikagumi karena kejeniusan rancangannya berhasil mengangkat pamor Gucci, menawarkan celana denim berwarna pudar yang koyak di banyak tempat. Tentu bukan Ford bila tidak membuat jins tersebut gemerlap, sehingga ia menambahkan hiasan bulu-bulu di bagian depan bawah celananya, menyulamkan mutiara dan payet sehingga jins tersebut pantas menyandang nama Gucci.

Madonna ikut mempulerkan kembalinya jins melalui tur dunianya awal tahun ini yang memakai tema koboi sebagai tema pakaian. Begitu pula penyanyi kondang seperti Britney Spears dan Shakira, mereka terlihat beberapa kali menggunakan denim dalam klip video musik mereka.

Bukan hanya Ford yang melihat peluang kembalinya jins seiring dengan perubahan suasana hati ke arah gaya yang lebih kasual terutama di kalangan kerah putih yang bekerja di bidang teknologi informasi di Amerika. Perancang lain pun berlomba-lomba mendesain ulang jins. Versace, Roberto Cavalli, Calvin Klein, Dolce dan Gabbana, dan Christian Dior, hanyalah beberapa nama besar di bisnis mode yang mencoba mengambil manfaat dari kembalinya jins. Bahkan John Galliano yang bekerja untuk rumah mode Christian Dior masih menggunakan denim dalam salah satu rancangan adibusana untuk musim gugur dan dingin 2002/2003.

Denim telah bertahan melalui dua kali pergantian abad.

Para perancang Indonesia juga tidak imun dengan perkembangan ini. Mereka menggunakan denim di dalam rancangan mereka. Mulai dari duet Era Soekamto dan Ichwan untuk label mereka Urban Crew yang ditujukan bagi mereka yang muda usia, sampai Ronald Very Gaghana. Carmanita pun memakai denim dalam rancangan tahun 2002-nya, sementara rumah mode Christian Dior sudah beberapa kali mengeluarkan denim untuk label siap pakai.

Ronald V Gaghana menawarkan cara penggunaan denim yang berbeda. Dia memadukannya dengan gaya romantis. Jaket denim berwarna coklat pasir itu dikoyak-koyak, tetapi dipadukan dengan rok sutera sifon yang lembut. Lalu masih dilunakkan lagi dengan penggunaan kalung mutiara yang memberi kesan mewah dan anggun. Itulah gaya eklektik yang menurut para pemikir postmodernisme menjadi salah satu ciri masyarakat pada era kapitalisme lanjut ini.

Dalam dunia nyata, di sini denim juga kembali ikut naik daun. Variasi model sangat beragam, mulai dari warna yang beragam, bergaya klasik, yang berpayet, hingga yang dibuat warnanya pudar sebagian dengan kontras yang tajam. Modelnya pun terus berganti-baggy, melebar di ujung pipa bawah, ketat membalut kaki, sebagai celana panjang, celana tiga perempat, hingga hotpants. Yang sekarang sedang digemari adalah hipster, celana denim yang dikenakan di pinggul. Apa pun variasi yang dilakukan, namun denim dalam warna biru indigo selalu diasosiasikan sebagai pakaian kasual.

Bukan hanya penampilan, kenyamanan mengenakannya pun bertambah dengan ditemukannya serat Lycra. Harga pun relatif terjangkau, mulai dari Rp 120.000 per celana, sementara celana jins dari perancang internasional di toko resmi harganya mulai dari 200 dollar AS. Dengan kata lain, denim sebagai produk generik bisa disebut sebagai pakaian yang paling egaliter karena semua orang mau memakai dan bisa memakai. Namun, ketika di dalamnya sudah masuk campur tangan para perancang, maka diferensiasi harga dan status pun terjadi. Itulah kekuatan sebuah citra produk. Dia akan mengontrol penontonnya mengikuti aturan-aturan yang dia tentukan.